Posts

Showing posts from 2010

WAKTU BERHENTI DI DUSUN INI

Perjalanan kecepatan cahaya mesin waktu. Zwinnnggg ... Aku Melesat ! Tinggalkan kota-kota yang meninggalkan parut-parut riwayatku dan meninggalkanku sebab orang-orang yang kusangka kukenal ternyata tiada kukenal tapi mereka saling mengenal : Ini pedih ... Sebab ku bersalam dengan puisi nyeri sedang ini kota adalah puisi tuli tanpa hati : Ini parau ... Sebab ada perempuan manis teralienasi dan aku seperempat mabok coba bergaya berbagi tapi sesungguhnya cuma sedang menyaman-nyamankan diri sendiri : Ini hambar ... Sebab ada seorang kawan menengok dari dalam rumah bilyar dengan wajah gairah lampu, hingar-bingar dan slowdown kota tegang ketika ku mengajak; Ayo ke desa ! : Ini sunyi ... Perjalananan kecepatan cahaya mesin waktu. Zwinnnggg ... Aku berpacu menjauh. Mau lebih cepat lagi dari semuanya ini yang menjauhiku. Dewa mabok kutunggangi sekaligus menunggangiku. Atrium, Ujung-Ujung, Dadapayam, Dusun Lembu ... Smoga takkan pernah ada kota gila di situ

WAKIJO (puisi)

Wakijo namamu. Mario d'Zorro namamu yang baru. Tivi baru industri baru. Jalan tembus harga tanah sekarang bagus. Nanti rame ekonomi berkembang. Orang daerah udik nonton perkembangan otonomi daerah. Lama-lama kelaparan. Uang habis. Orang modern 'link and match'. Orang udik keteteran. Mengais-ngais remah ekonomi daerah. Indonesia Baru ... Alhamdulilah. Wakijo namamu. Mario d'Zorro namamu yang baru. Togel luput pusing nonton telenovela. Esmeralda ! Esmeralda ! Bla bla bla ! Dengan Bla bla bla jadi raja kopi Brasilia. Punya pacar Esmeralda. Siapa bilang aku sengsara. Yiiiha ! Ini bukan Indonesia. Dengan Bla bla bla, kubangan 100 juta derita kemiskinan disunglap jadi kolam susu kemakmuran. Mau Ampera nonton telenovela lalu lupa. PT. Makmur Jaya menyerap ribuan tenaga kerja murah. Dompet rakyat tetep tepos. Mau marah nonton telenovela lalu lupa. Mahasiswa KKN joged poco-poco. Tingkah kota henpon tulat-tulit penuh urusan ala telenovela. Rapat karang taruna merapatkan episode b

YA SANA

Dan dia menjalin hubungan dengan seorang berprospek mapan Tiap-tiap kali kencan, tiap-tiap kali pula mengada-adakan cinta, dari plastik berbentuk kembang, penghias taman; kalkulasi Dan dia pula membangun penolakan dengan seorang tak mau mapan Tiap-tiap kali berjumpa, tiap-tiap kali pula mengkhianati rasa, dari misteri berbentuk indah, tak menghiasai apa-apa, hadir saja Dan aku bukannya maklum atau tak maklum Tidak urusan saja Ketimbang tergoda Maka untukmu : Makan tuh; laba !

INTROSPEKSI INI HARI (puisi)

Image
Antonius Yosef Harimurti Adi alias Didik Kabe alias Didot Klasta bersama tembakau shag Countryman, kertas sigaret Melawan dan anggur kolesom cap Orang Tua, 2004. Sebab ku masih ingin terkadang ... Jadi orang kaya bertumpuk uang ... Puisi jadi tak menarik terkadang ... Semua yang kulakukan ... Jadi skema strategi penghasilan ... Uang ... Tak menarik diceritakan ... Bagaimana menjual projek pendidikan ... Bagaimana mengkomersilkan perubahan ... Bagaimana mengkomoditikan kesenian ... Bagaimana hidupku jadi modus pemasaran ... Bagaimana merayakan era dagang ... Kemanusiaan ... Itu semua puisi juga ... Cuma tiada menariknya Belum lagi ku juga ingin terpandang ... terkadang ... Mengeklaim nama atas kerja bersama ... Rekayasa media ... Tekhnik membesarkan kepala ... Elit bintang - massa pemuja ... Manusia luar biasa ... Beda ... Itu semua puisi juga ... Cuma busuk isinya Ya, terkadang ku masih ingin jadi orang ... Penuh bahan cerita kesuksesan ... Andalan di berbagai pertemuan ...

ANTARA ANAK, IBU DAN 24 JAM BLUES

Seorang anak memandang jauh Kaki langit terhalang benda-benda Asing bertumbuh, bukan tumbuhan Jika rimbun daun, diterobos bulan matahari Batu-bata ? Bahkan mencegat udara Seorang anak mencari-cari cakrawala Mungkin untuk bertukar cerita Tentang peristiwa sehari-hari Dan bagaimana nanti Ada air terjun kecil, telaga kecil, rumah kayu kecil, api hangat Rembang petang, cuaca yang bagus Kebahagiaan simpel sehari tadi Keluarga sahaja bersyukur Apapun yang terjadi Dan ooo ... jebul itu wallpaper desktop komputer Dan di luar kabut tebal Orang-orang muram Merutuki, mengasihani diri sendiri Batuk dan cakap bergema berat Tak ada yang bermain Tak ada canda Selain sandiwara Cahaya dari jendela rumah telaga Makan malam apa mereka ? Obrolan apa di sekeliling meja ? Begitu ringan dan merdeka Hingga menebar di permukaan air Bagai seribu sampan Berkilau tiada khawatir Antar tetangga melempar salam Ahoooi ! Angin nyaman Siapa mereka ? Si anak tak berkedip Di belakangnya

SAJAKSAJAK ORANGTUA

I Orang tua menyeberang jalan Aspal membelah kompleks perumahan bersedan Menuntun sepeda lama hitam buram Tujuhpuluhan batuk lemah dan kering Baju murah Celana banyak tisiknya Sandal jepit swalo ijo Dari mana mau ke mana Sudah sarapankah ia Klakson berat, sukses, kaya, sombong dan kota … tak menjawabnya

INTERLUDE REPETISI 2

Jam 4 pagi akhir pebruari bertanda mati. Gelegar petir ternyata bukan mimpi. Terbangun dengan hujan mengelilingi. Mencari-cari ... Mencari-cari ... Sebab dingin memakai baju jeans kebesaran - sebab lungsuran. Aku merasa aneh dan gamang. Merasa dibungkus hangatnya kesepian yang agak menyakitkan. Bersama kopi sore tadi yang tandas - cap cangkir. Tak yakin ... Apa ada orang lain ? Tak yakin ... Apa sebab perasaan akan orang lain ? Tak yakin ... Apa dipikirkan orang lain ? Tak yakin ... Menyulut kompor, memasak air. Titik-titik susu kaleng terakhir - beberapa semut. Cumi-cumi di wajan warnanya kusam. Jiwaku lapar, napsuku muram. Mejik Jer mengelilingi. Di dalamnya orang-orang miskin - kepanasan. Aku merasa aneh dan gamang. Dalam gelap hanya api pembakaran tak sempurna. Desis air berbisik lewat mulut ceret tua. Saat mendidih terdengar menyayat. Tak yakin ... Ini hujan atau tekanan ? Tak yakin ... Buat apa terbangun kepagian ? Tak yakin ... Ada apa dengan kesendirian ? Tak yakin ... Ja

SI DIDI KECIL - SI DIDI BESAR

Image
Aku dan Kakakku, di sebelah pintu ruang makan / ruang keluarga / ruang tivi ke dapur, Kalitaman Jalan Damarjati 116 Salatiga, sekitar 1975  Masa kecilku kanak-kanak asyik sendiri Tenaga riang tak lekang topan jaman Sepanjang waktu main gundhu Dunia bagai dagelan Petruk-Gareng Kanak-kanakku tak pernah berdosa Sebab Tuhan adalah tangis dan tawa Turut dalam pencurian kuweni Keplok dalam perkelahian SD Bela rasa jeweran orang tua Temani mangkir sekolah Masa kecilku dan Tuhanku Berjanji saling setia Janji itu kami gantung di awang-awang Dengan layang-layang ; diadu tak pernah kalah Masa kecilku ... Itu dulu Sekarang segini besar Tambah besar lagi oleh besar kepalaku Tambah besar lagi oleh tuhan baruku Tuhan yang maha curang Saat kumengadu layang-layang keinginan Didot Klasta Harimurti Salatiga, akhir 90an? keterangan kuweni : jenis mangga populer di daerahku

CATHETAN KALICACING

Kalau orang miskin leyeh-leyeh Kopi tubruk dengung nyamuk Purnama elok untuk siapa Purnama bopeng mencium reyot gubuknya ; tak merangsang Kalau orang miskin leyeh-leyeh rejeki luput Mengarang cerita ayam panggang Jelek endingnya ditelan sendiri Perut buta hurup Kelaparan tak bisa dibaca Perempuan itu merokok seperti lakinya Lakinya menjentik puntung seperti kunang-kunang Kunang-kunang seperti harapan Sorot penyetrum ikan membuyarkannya Sorot Program Kali Bersih membuyarkan : Penyetrum ikan, Perempuan dan Lakinya ... Dan kerinduan lubuk, akar pohon 100 tahun, mata air 1000 tahun, tanah dulu tak ada yang punya ... Dan Indonesia purba sejahtera, di pinggiran Bengawan Solo ... Padahal komunis

BELAJAR NYEKET MASYARAKAT BERAWAL DARI GARIS CINTA

Jika sehabis muntah sebab pemimpin busuk Ku jadi ereksi dan ingin jalan bebas Dengan tumit melonjak-lonjak Seperti manusia harian Just for fun Aspal mati Karnaval bisnis berlalu Kapital dan senjata verboden Kota tanpa developer Ruang publik tiada tragedi, selain total cinta yang no vested interest Dengan lontar ujung kerdip mataku Padanya pas kutuju Berdiri dalam 'slow motion' Menyibak rambut bikin cerai-berai KAU ! (sebuah nama rahasia) Pirangmu ... Indah taburan bougenville Bumiputra masa kini mbayangin musim gugur subtropis penjajah Lalu ingat lukisan gaya Sokaraja Tanah tuan tanah Ternak Cukong Jakarta kaya Pendopo raja kecil Kota tak bernama Kemajuan nan kejam Dan becak bergambar panorama a la lukisan Sokaraja Lalu diterbangkan angin Tinggal aku, sore serta sejenak netral Semuanya ... Kawinlah saja ! Sebelum kota ini, disaput kelabu buram Warna pelukis fatalis Ingin mati gagal menggambar ; pembangunan