Posts

Showing posts from August, 2011

SATU BABAK RSJ PEDURUNGAN

Image
Racauan ini berbahan-baku pengalaman waktu aku masuk rumah sakit jiwa menjelang akhir tahun 90an. Brain Mapping Kalo sudah jam delapan malam pintu kamar dikonci dari luar. Kamar itu berisi enam tempat tidur. Bentuknya sama. Selalu ada lemari kecil pada masing-masingnya dengan satu kursi plastik. Dan spreinya putih semua, seperti halnya selimutnya lerek-lerek, tapi ada yang lereknya merah dan ada yang biru. Selimutku lereknya biru. Aku tak bisa tidur. Game Watch Tetris rusak, tadi dibanting kawan sebelahku. Hanya ada pendaran lampu neon dua puluh watt yang berdengung. Nampaknya semua sudah pada tidur. Nampaknya tinggal aku seorang yang nyalang. Tapi kenyalanganku adalah semacam tiada pikiran. Cuma menatap-natap saja ke mana saja. Ooo … begini tho; tidak (bisa) berpikir itu … Tapi ! Perasaanku jalan. Memang tatapanku tak (bisa) lalu berproses di nalar; bahwa itu jendela, bahwa jendela itu ada teralinya, bahwa lima orang yang lain ini mengambil posisinya sendiri-sendiri

MIMPI BUSUK

Image
Mimpi Buruk Adalah Kenyataan Teror melirik jam dinding di sebelah kiri, 23.05. 25 menit lagi ia telah membikin janji dengan seseorang untuk bertemu. Namun ketika ia meraih jaketnya tiba-tiba Teror limbung, kepalanya berkunang-kunang dan keringat dingin membasah di dahi, kuduk dan punggungnya. Jatuhlah ia, pingsan. Sekian waktu kemudian Teror siuman. Dengan macam orang ling-lung ia bangkit berdiri secara mengeliat. Dari jendela yang tak bertirai tak dapat disimpulkannya bahwa hari masih pagi atau sudah tak pagi lagi. Yang jelas ia merasa sangat kegerahan dan kekeringan dan membayangkan balok-balok es raksasa bertimbun-timbun di situ, tanpa sadar benar bahwa : balok-balok es adalah kaca pembesar para petugas biro intelejen di kompleks ini yang masuk diam-diam seperti belut ke dalam rongga tangan kanan. Kaku. Tulang-tulang tangan kanan matilah kedinginan.  Balok-balok es adalah mata pelajaran padepokan masa lalu yang melekat diam-diam seperti lintah di telapak kaki kanan. Kaku. Ti

PULANG KEMANA

Usianya sudah tak muda lagi, tapi Teror belum berkeluarga, dan keluarganya yang 'lama' (di)habis(i). Dan sekarang Teror sedang terdampar dalam sesuatu keramaian Hari Raya Agama yang tidak menyentuh-nyentuh hati amat serta penuh dengan orang-orang mengunjungi keramaian itu namun dengan maksud-maksud yang lain dan maksud-maksud lain itu tak lain adalah semacam sebutlah; kebusukan hati dunia yang tak berujung pada kebahagiaan. Namun tak masalah baginya dengan berbagai hati dunia busuk-wangi; Teror di situ, karena ia sudah kepala tiga lebih beberapa dan sebatangkara. Teror pun sedang berada di tempat pinggiran saja dari keramaian itu yang berantre mobil-mobil.  Dengan uang tak seberapa, nongkrong makan namun bukan sebab lapar, melainkan sebab ingin benar Teror berbagi. Ini bukannya warung makan dengan waitress, “Sugeng Rawuh …” , cuma sebuah meja kecil dengan panci-panci, tenggok nasi, setumpuk daun pisang, tikar, anglo, teplok, duduk lesehan ... Nasi srundeng, lodeh kluwih.

ORANG MALANG

Karena bertahun-tahun lalu aku mengalami sebuah situasi yang sangat menekan, aku jadi lupa dengan nama pemberian orangtuaku. Maka sejak itu kunamai sendiri diriku Kosong. Demikian sedikit sekali informasi mengenai siapa aku. Jadi setidaknya kalian tahu bahwa aku adalah Kosong. Aku tinggal di sebuah rumah kecil pinggiran kota kecil yang berjarak hampir lima puluh kilo dari sebuah kota besar, sendirian. Umurku … ini juga termasuk hal yang aku lupa. Tapi kalau aku bertanya pada seseorang mengenai dugaannya akan umurku, kebanyakan akan mengira-ngira kurang-lebih 40an. Ya kuanggap saja demikian. Bagaimana aku bisa tinggal di sebuah rumah kecil pinggiran kota kecil ini aku juga lupa. Pokoknya aku bangun pagi (tapi tanpa merasa baru saja melalui tidur yang amat panjang), tahu-tahu di tempat ini, dan sendirian. Yang berikutnya kurasakan setelah kebingungan adalah lapar.

GILA JADI PRESIDEN (cerpen, kenangan terindah)

Image
Yang akan kuceritakan ini sebetulnya istilahnya sekarang; basi, sudah sering kita dengar ceritanya, maksudku temanya. Aku sendiri sudah sering mendengar atau membaca. Sedang mengenai pengalamanku sendiri paling sedikit ada dua cerita. Satu cerita adalah di waktu aku masih kecil, satu cerita lagi adalah baru-baru ini saja, namun belum kunjung kubikin. Bagaimanapun tetap ingin kuceritakan, meskipun orang-orang mungkin punya yang lebih hebat lagi. Apakah sebab ceritaku unik ? Apa ada hikmah penting untuk disampaikan ? Apa ada kebutuhan mendesaknya ? Kepentingan terselubung … ? Tidak, tidaklah. Aku hanya ingin bercerita saja. Dan maka silahkan juga sekalian orang cukup sekedar mendengar saja, secara sambil lalu juga tak apa-apa. Pokoknya aku hanya bercerita. Begini; kalau dimasa lampau, tepatnya kulupa, mungkin sewaktu aku kelas 2 SD, ada orang terkenal di antero sekian kampung dekat-dekat kampungku; Krajan, Turusan, Kalitaman, Setenan, Gladakan … Namanya Pak Jonet. Si Pak Jonet ini

SURAT BECAK BUAT SIMAK DI KEDUNGTUBAN

Salam tegar nan rindu pada sahabat mudaku H, entah brapa jauh kau mengayuh. Ya, H waktu itu adalah seorang tukang becak remaja. Dia mangkal di pinggir jalan Gejayan sekitar Selokan Mataram Jogjakarta. Aku membuka kios rokok kecil di belakang pasar kecil tepi Selokan Mataram dan H suka mampir membaca tabloit pulitik di kiosku. Mak ... Ulang tahun aku sekarang. Sudah tujuh belas. Kalau saja ada di rumah, senang … Memang juga tak pesta-pesta. Tapi bisa kuminta padamu; bubur merah-putih, jenang-wajik, klubanan, tempe garit, peyek teri. Alakadarnya, paling uang berapa. Ini Mak, semua kukasih padamu. Sisanya buat jaga-jaga. Paceklik bisa-bisa nanti langsung tiba. Dan kita slametan berdua saja. Tapi … Memang ternyata aku tak di Blora. Di sini kota ramai sungguh. Toko sesak, restoran penuh. Lampu malam benderang. Jalanan berarak-arak; seperti orang gembira main ular-ularan. Mereka apa pada ulang tahun semua? Pacaran – soping – makan-makan. Malam minggu orang berpunya selalu full acara. Uang b

NENEK KITA BERBEDA-BEDA

Di kota-kota maju-hingar yang tak punya nenek-nenek lama dari rumah-rumah tua minggir jauh di pelosok sunyi tak punya ketahanan ekonomi bahkan ambruk, selalu ada nenek renta memakai kain bau lumpur tanpa alas kaki dan lumpur menyelip di sela-sela jari kaki megarnya. Datang dari desa-desa yang samar dalam remang kabut dini sebelum subuh. Terbongkok-bongkok menggendong tenggok di punggungnya penuh dengan bongkah-bongkah tumbukan singkong rebus, tanpa sistim transportasi. Dulu kanak pengungsi perang, sekarang pengungsi ekonomi. Sepanjang pagi nenek renta desa-desa yang samar. Tak pernah punya Rolex emas berkarat-karat, adalah laksana waktu abadi. Di depan toko mas 'PETRUK' itu, atau di mana saja, adalah tak di mana-mana. Jongkoknya kelu-sepi, nyaris seperti tidak menunggu apa-apa. Tak juga menunggu; datangnya politik kota akan menderma kesejahteraan sosial namun membelok ke ruang parkir eksklusif bertulis : khusus mobil mahal. Tentu ada nenek pula di situ!

MERDIKOMU KUWI ...

Image
Kita Harus Melawan Amerika Serikat Penjajah Dan Gerombolannya, Didot Klasta 90an Iki wulan Agustus Merdeka mBah ! Merdeka Pak ! Merdeka Yu ! Merdeka Oom ! Merdeka nDhuk ! Merdeka Bung ! Sesasi nganti lambe juweh Upacara, gapuro, umbul-umbul, kerjabakti, panggung pitulasan, lomba-lomba, karnaval pembangunan Sesasi nganti kaya kurang gawean Merdeka Coi ! Podho-podho Crot ! Piye kabare Coi ? Podho wae Crot Entek-entekan wulan Agustus Mongso ketiga srengenge kencar-kencar Hawa padhet ribet nglangut sumpeg Angin bingung ngetan-ngulon tanpa tujuan Ana luwak nyander kuthuk Bocah cilik dolanan gangsingan sepi Sega panas klubanan tempe koro Opo sing kurang ? Kok dirasak-rasakake cemplang Mul Becak ngalamun ngisor wit waru

ORANG LUAR KOTA

Musim hujan, bulan ini, derai-derai air gencar. Ini kota tua kecil di kaki gunung misterius yang telah mati beribu tahun lalu dan terkadang orang mempercakapkannya jika tiba-tiba si misterius itu aktif lagi; Pompei kedua. Mendung selalu menggantung dari pagi hingga pagi lagi. Matahari tak pernah nampak dengan gairahnya yang membara, panasnya tak terasa. Hawa dingin membikin kulit tubuh seperti berkerut, mengkisut. Tanpa kerja apa-apa sekalipun, pastilah sebongkah kalori dari tiga piring nasi pun lekas habis untuk metabolisme penghangatan dalam. Dan aku adalah pengangguran. Dan apa hubungannya? Tentu saja ada. Ini kota berjuluk kota pensiunan. Orang-orang uzur dimana-mana, sanatorium bergaya tahun 20an – banyak yang bilang angker sebab arwah-arwah gentayangan dari mereka yang binasa dirajam TBC, produksi tradisional nyaris tak pernah berubah, surat kabar nyaris tak laku, tembok-tembok tua penuh lumut dan seakan bergoyang jika angin menghempas, percakapan cina-cina tua duduk-duduk di se

ANTARA DONO, DINI, CINTA DAN WAKTU

Image
Unfinished, 90s Kehidupan kawanku … Dari yang dulunya; jabang bayi merah begitu lemah, jadilah kanak-kanak mungil menggemaskan, lalu membesar-meremaja menjanjikan, terus tumbuh, makin besar makin dewasa …Orang dewasa telah kemana-mana. Ada yang mengatakan; itu hanyalah mencari-cari jalan untuk kembali. Doni, demikian namanya. Adalah seorang mahasiswa yang akhirnya hampir merampungkan kuliahnya setelah sekian lama tak rampung-rampung dan setelah meski susah, berhasil juga meruntuhkan keyakinannya sendiri bahwa gelar sarjana adalah salah satu tai kucing dari banyak tai kucing mengenai masyarakat. Kini Doni sedang mengerjakan bab terahir skripsinya. Dua enam umurnya. Sudah delapan tahun Doni menuntut ilmu di sebuah universitas yang cukup ternama itu. Kuliah, bukan sungguh-sungguh keinginannya. Orangtuanya meski dalam banyak sekali hal lain berpikir ‘simpel’, namun dalam hal pendidikan bagi anaknya punya prinsip; menyekolahkan anak setinggi mungkin - bagaimanapun caranya; harus. Or

MURAMNYA PERUBAHAN SOSIAL

Kami berdua seperti biasa sedang duduk-duduk menikmati suasana sore yang dingin dan senyap di kota tak bernama ini sambil menikmati hangat-pedasnya wedang ronde-sekoteng dan kelezatan lumpia isi rebung yang kata orang-orang punya khasiat dapat menambah gairah dan kekuatan berahi, tahu maksudku ? Kedai dimana kami membuang waktu terletak di sebuah pertigaan yang cukup ramai. Bioskop berumur hampir 50 tahun yang tinggal menghitung hari untuk gulung tikar. Toko kelontong dengan penjaga tua muram terkantuk-kantuk dan pemiliknya seakan tak peduli lagi apa ia memang punya toko atau tidak. Supermarket yang sama sekali tidak super. Gardu listrik penuh corat-coret umpatan terhadap situasi-kondisi. Penjual martabak yang dulu pernah sangat laris, ini, itu … Dapat dikatakan merupakan daerah pusat kota tak bernama ini. Tetapi yang dimaksud dengan ‘cukup ramai’ dan ‘pusat kota’ adalah tak seperti itu benar, karena yang dimaksud dengan ‘sepi’ adalah lebih sepi dari yang orang-orang bayangkan, dan ya

THE POWER OF LOVE

Image
Suppression #74, didot klasta Ia menatapku dengan sepasang bola mata yang berubah jadi belati Hugo Nick Carter ; menghunjam-hunjam secara begitu ekspresif diperbuatnya atas ulu hatiku. Maksud hati seiring-sejalan, apa daya bersimpang paham … Demikian itu ucapku bergaya penuh tegar yang hakul yakin. Namun terasa olehku bahwa ia tahu ; kalau aku menyusun kata-kata hanya untuk membangun Taj Mahal private property keangkuhan bebal, yang tegak di atas tanah yang tak ada. Dan aku tahu pula ; kalau ia tahu bahwa aku pura-pura tak tahu kalau ia tahu. Dingin di luar Dingin di dalam Tak sedingin di tempat yang paling luar Tak sedingin di tempat yang paling dalam Ketika ruang kosong Ditinggalkan yang ditendang; dengan sayang Go away but don’t … … # Ciko menjadi sangat kedinginan.

RUSUH

Malam bulan merah menyinari remang sikon harga-harga membumbung yang bagus untuk dilukiskan sebagai kata ‘bangsat’ oleh pengangguran-pengangguran, pedagang-pedagang kakilima yang baru saja digusur, pengamen-pengamen yang ditangkapi, pelayan toko yang dilecehkan, pembantu rumahtangga yang disiksa majikan, mahasiswa yang tak bisa bayar uang kuliah, pemuda mabuk kalah bersaing asmara dengan anak cukong, korban penipuan, pengeroyok pencuri ayam, pencuri ayam itu sendiri … Malam bulan merah menyinari remang kampung-kampung tak segemebyar kompleks-kompleks rumah-rumah gemebyar kedua, ketiga, keempat milik orang-orang kaya-raya. Istrinya datang dengan kesembaban muka dan napas yang tersengal sebab sepanjang perjalanan pulang terus menahan agar airmatanya tak melinang dilihati orang banyak. Dan begitu ia menjatuhkan pantatnya di kursi, pun meluncurlah buliran bening hangat itu, sedang tangannya terus mengucel-ucel saputangan kembang-kembang merah muda. Moli, demikian namanya, bekerja di se